Rabu, 21 Oktober 2009
Selasa, 20 Oktober 2009
Keterkaitan Tingkat Pendidikan dan Pendapatan Masyarakat
2.1.1 Tingkat Pendidikan Masyarakat dan Pendapatan Masyarakat
2.1.1.1 Tingkat Pendidikan Masyarakat
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar dalam kehidupan serta sebagai faktor yang dominan dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan selain penting dalam mengatasi dan mengikuti tantangan zaman serta dapat membawa pengaruh positif dalam berbagai sendi-sendi kehidupan sehingga tidaklah mengherankan apabila pendidikan senantiasa mendapat banyak perhatian yang lebih.
Menurut Undang-undang No. 20 tahu 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha pendidikan menurut Undang-undang Repubilk Indonesia nomor 20 tahun 2003 Bab VI pasal 13, menyatakan: “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan merupakan anak tangga mobilitas yang penting. Bertambah tingginya taraf pendidikan makin besar kemungkinan mobilitas bagi anak-anak golongan ekonomi rendah dan menengah. Makin tinggi tingkat pendidikannya dari sisi intelektualitas makin tinggi derajat sosialnya di dalam masyarakat biasanya keluaran dari pendidikan formal. (Karsidi, 2008)
Masyarakat yang dimaksud di dalam penelitian adalah keluarga. Keluarga adalah kelompok manusia terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak termasuk juga anak yang diangkat (adopsi) serta anak tiri yang dianggap anak kandung. (Subandiroso, 1987 ).
Menurut Undang-Undang no.2 tahun 1999, pengukuran tingkat pendidikan formal digolongkan menjadi 4 (empat) yaitu:
1. Tingkat pendidikan sangat tinggi, yaitu minimal pernah menempuh pendidikan tinggi
2. Tingkat pendidikan tinggi, yaitu pendidikan SLTA/sederajat
3. Tingkatan pendidikan sedang, yaitu pendidikan SMP/sederajat
4. Tingkat pendidikan rendah, yaitu pendidikan SD/sederajat
Masyarakat selaku pengguna pendidikan yang mempunyai hak untuk diberikan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya oleh Pemerintah, tetapi ketiadaan dan perbedaan kesempatan menjadi suatu hambatan pada tatanan praktik di lapangan. Keberlanjutan pendidikan anak ke pendidikan menengah, menurut Marsden (1971) dalam Mutrofin (2009) disebutkan bahwa pendidikan ayah merupakan peramal yang lebih baik di tingkat sekolah lanjutan (Secondary School) dibandingkan pendapatan keluarga yang disatukan. Ini dimaksudkan bahwa untuk melihat keberlanjutan pendidikan anak dapat direpresentasikan oleh minimal pendidikan terakhir ayah yang ditamatkan pada pendidikan formal.
2.1.1.2 Tingkat Pendapatan Masyarakat
Dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan yang lainnya setiap orang memerlukan pekerjaan. Dengan bekerja mereka akan memperoleh pendapatan, apabila pendapatan tersebut dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari dan mencukupi kebutuhan rumah tangga lainnya maka keluarga tersebut dikatakan makmur.
Pendapatan adalah semua penghasilan yang didapat oleh keluarga baik berupa uang ataupun jasa. Setiap orang berhak untuk mencari nafkah dalam upaya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehingga pendapatan dapat mempengaruhi seseorang untuk mengejar apa yang mereka cita-citakan. Untuk masyarakat yang mempunyai penghasilan yang kecil, mereka berupaya hasil dari pekerjaannya hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk keluarga yang berpenghasilan menengah mereka lebih terarah kepada pemenuhan kebutuhan pokok yang layak seperti makan, pakaian, perumahan, pendidikan dan lain-lain. Sedangkan keluarga yang berpenghasilan tinggi dan berkecukupan mereka akan memenuhi segala keinginan yang mereka inginkan termasuk keinginan untuk menyekolahkan anak mereka ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. (Karsidi, 2008)
Di dalam menyekolahkan anak, masyarakat membutuhkan pembiayaan yang tidak sangat kecil sehingga membutuhkan suatu pengorbanan sehingga pendidikan itu dianggap sebagai suatu investasi di masa depan. Menurut Schultz (1961) dalam Soenarya (2000), pembiayaan yang dialokasikan untuk pendidikan tidak semata-semata bersifat konsumtif, tetapi lebih merupakan suatu investasi dalam rangka meningkatkan kapasitas tenaga kerja untuk menghasilkan barang dan jasa. Pendidikan di sekolah merupakan salah satu bagian investasi dalam rangka meningkatkan kemampuan sumber daya manusia.
Investasi yang dilakukan masyarakat dalam dunia pendidikan tidak lepas dari pengaruh pendapatan yang diperoleh sebagai akibat dari pekerjaan yang mereka jalani. Berdasarkan penggolongannya, Badan Pusat Statistik (BPS, 2008) membedakan pendapatan menjadi 4 golongan adalah:
- Golongan pendapatan sangat tinggi, adalah jika pendapatan rata-rata lebih dari Rp. 3.500.000,00 per bulan
- Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp. 2.500.000,00 – s/d Rp. 3.500.000,00 per bulan
- Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp. 1.500.000,00 s/d Rp. 2.500.000,00 per bulan
- Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata 1.500.000,00 per bulan
Menurut Lipton dalam Rustiadi (2007) dinyatakan bahwa meskipun secara historis negara asia mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi sebagian (proportion) dari masyarakat perdesaan masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan dan jumlahnya tidak banyak berkurang. Kemudian secara umum dia menyimpulkan bahwa di dalam ekonomi telah terjadi misalokasi sumber daya antara kawasan perkotaan dan wilayah perdesaan yang dia sebut sebagai urban biased. Kita ketahui bahwa jumlah penduduk perdesaan lebih banyak jika dibandingkan dengan penduduk kota, namun bentuk permukiman penduduk perdesaan lebih tersebar, lebih miskin, tidak berpikiran inovatif dan kurang terorganisasi dengan baik dibanding dengan penduduk kota. Sebagai akibatnya terjadi bias dalam alokasi sumber daya yang tercermin dalam kepincangan antara wilayah perdesaan dan kawasan perkotaan yang secara ekonomi tidak efisien. Keadaan tersebut menyebabkan kurangnya investasi dilakukan di wilayah perdesaan sebagai akibat dari transfer sumber daya yang berlebihan ke arah kota-kota yang tercermin dari kurangnya fasilitas jasa-jasa umum yang disediakan kepada masyarakat perdesaan yang miskin. Kecenderungan umum juga terlihat dari terkonsentrasinya fasilitas umum yang berlokasi pada pusat administrasi pemerintahan lokal, sedangkan di dalam wilayah perdesaan yang jauh dan miskin bahwa fasilitas-fasilitas seperti sekolah, puskesmas, penyuluh pertanian sering tidak dapat menjangkau. Kalaupun fasilitas tersebut ada, tetapi ketersediannya sangat tidak mencukupi, yang menyebabkan sangat jauhnya perjalanan murid-murid pergi ke sekolah dan jarang dikunjungi penyuluh pertanian, sehingga produktivitas mereka rendah.
Berdasarkan uraian di atas, pendapatan masyarakat antara satu sama lain berbeda-beda tergantung jenis/profesi pekerjaan yang dilakukan sehingga variasi tingkatan pendapatannya dapat berbeda-beda. Pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan yang dilakukan ada yang dibayarkan per hari, mingguan atau bulanan sehingga pendapatan inilah yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup baik keperluan makan atau keperluan lain seperti untuk keberlanjutan pendidikan anak yang merupakan suatu investasi untuk masa depan. Read More......
2.1.1.1 Tingkat Pendidikan Masyarakat
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar dalam kehidupan serta sebagai faktor yang dominan dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan selain penting dalam mengatasi dan mengikuti tantangan zaman serta dapat membawa pengaruh positif dalam berbagai sendi-sendi kehidupan sehingga tidaklah mengherankan apabila pendidikan senantiasa mendapat banyak perhatian yang lebih.
Menurut Undang-undang No. 20 tahu 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha pendidikan menurut Undang-undang Repubilk Indonesia nomor 20 tahun 2003 Bab VI pasal 13, menyatakan: “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan merupakan anak tangga mobilitas yang penting. Bertambah tingginya taraf pendidikan makin besar kemungkinan mobilitas bagi anak-anak golongan ekonomi rendah dan menengah. Makin tinggi tingkat pendidikannya dari sisi intelektualitas makin tinggi derajat sosialnya di dalam masyarakat biasanya keluaran dari pendidikan formal. (Karsidi, 2008)
Masyarakat yang dimaksud di dalam penelitian adalah keluarga. Keluarga adalah kelompok manusia terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak termasuk juga anak yang diangkat (adopsi) serta anak tiri yang dianggap anak kandung. (Subandiroso, 1987 ).
Menurut Undang-Undang no.2 tahun 1999, pengukuran tingkat pendidikan formal digolongkan menjadi 4 (empat) yaitu:
1. Tingkat pendidikan sangat tinggi, yaitu minimal pernah menempuh pendidikan tinggi
2. Tingkat pendidikan tinggi, yaitu pendidikan SLTA/sederajat
3. Tingkatan pendidikan sedang, yaitu pendidikan SMP/sederajat
4. Tingkat pendidikan rendah, yaitu pendidikan SD/sederajat
Masyarakat selaku pengguna pendidikan yang mempunyai hak untuk diberikan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya oleh Pemerintah, tetapi ketiadaan dan perbedaan kesempatan menjadi suatu hambatan pada tatanan praktik di lapangan. Keberlanjutan pendidikan anak ke pendidikan menengah, menurut Marsden (1971) dalam Mutrofin (2009) disebutkan bahwa pendidikan ayah merupakan peramal yang lebih baik di tingkat sekolah lanjutan (Secondary School) dibandingkan pendapatan keluarga yang disatukan. Ini dimaksudkan bahwa untuk melihat keberlanjutan pendidikan anak dapat direpresentasikan oleh minimal pendidikan terakhir ayah yang ditamatkan pada pendidikan formal.
2.1.1.2 Tingkat Pendapatan Masyarakat
Dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan yang lainnya setiap orang memerlukan pekerjaan. Dengan bekerja mereka akan memperoleh pendapatan, apabila pendapatan tersebut dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari dan mencukupi kebutuhan rumah tangga lainnya maka keluarga tersebut dikatakan makmur.
Pendapatan adalah semua penghasilan yang didapat oleh keluarga baik berupa uang ataupun jasa. Setiap orang berhak untuk mencari nafkah dalam upaya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehingga pendapatan dapat mempengaruhi seseorang untuk mengejar apa yang mereka cita-citakan. Untuk masyarakat yang mempunyai penghasilan yang kecil, mereka berupaya hasil dari pekerjaannya hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk keluarga yang berpenghasilan menengah mereka lebih terarah kepada pemenuhan kebutuhan pokok yang layak seperti makan, pakaian, perumahan, pendidikan dan lain-lain. Sedangkan keluarga yang berpenghasilan tinggi dan berkecukupan mereka akan memenuhi segala keinginan yang mereka inginkan termasuk keinginan untuk menyekolahkan anak mereka ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. (Karsidi, 2008)
Di dalam menyekolahkan anak, masyarakat membutuhkan pembiayaan yang tidak sangat kecil sehingga membutuhkan suatu pengorbanan sehingga pendidikan itu dianggap sebagai suatu investasi di masa depan. Menurut Schultz (1961) dalam Soenarya (2000), pembiayaan yang dialokasikan untuk pendidikan tidak semata-semata bersifat konsumtif, tetapi lebih merupakan suatu investasi dalam rangka meningkatkan kapasitas tenaga kerja untuk menghasilkan barang dan jasa. Pendidikan di sekolah merupakan salah satu bagian investasi dalam rangka meningkatkan kemampuan sumber daya manusia.
Investasi yang dilakukan masyarakat dalam dunia pendidikan tidak lepas dari pengaruh pendapatan yang diperoleh sebagai akibat dari pekerjaan yang mereka jalani. Berdasarkan penggolongannya, Badan Pusat Statistik (BPS, 2008) membedakan pendapatan menjadi 4 golongan adalah:
- Golongan pendapatan sangat tinggi, adalah jika pendapatan rata-rata lebih dari Rp. 3.500.000,00 per bulan
- Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp. 2.500.000,00 – s/d Rp. 3.500.000,00 per bulan
- Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp. 1.500.000,00 s/d Rp. 2.500.000,00 per bulan
- Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata 1.500.000,00 per bulan
Menurut Lipton dalam Rustiadi (2007) dinyatakan bahwa meskipun secara historis negara asia mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi sebagian (proportion) dari masyarakat perdesaan masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan dan jumlahnya tidak banyak berkurang. Kemudian secara umum dia menyimpulkan bahwa di dalam ekonomi telah terjadi misalokasi sumber daya antara kawasan perkotaan dan wilayah perdesaan yang dia sebut sebagai urban biased. Kita ketahui bahwa jumlah penduduk perdesaan lebih banyak jika dibandingkan dengan penduduk kota, namun bentuk permukiman penduduk perdesaan lebih tersebar, lebih miskin, tidak berpikiran inovatif dan kurang terorganisasi dengan baik dibanding dengan penduduk kota. Sebagai akibatnya terjadi bias dalam alokasi sumber daya yang tercermin dalam kepincangan antara wilayah perdesaan dan kawasan perkotaan yang secara ekonomi tidak efisien. Keadaan tersebut menyebabkan kurangnya investasi dilakukan di wilayah perdesaan sebagai akibat dari transfer sumber daya yang berlebihan ke arah kota-kota yang tercermin dari kurangnya fasilitas jasa-jasa umum yang disediakan kepada masyarakat perdesaan yang miskin. Kecenderungan umum juga terlihat dari terkonsentrasinya fasilitas umum yang berlokasi pada pusat administrasi pemerintahan lokal, sedangkan di dalam wilayah perdesaan yang jauh dan miskin bahwa fasilitas-fasilitas seperti sekolah, puskesmas, penyuluh pertanian sering tidak dapat menjangkau. Kalaupun fasilitas tersebut ada, tetapi ketersediannya sangat tidak mencukupi, yang menyebabkan sangat jauhnya perjalanan murid-murid pergi ke sekolah dan jarang dikunjungi penyuluh pertanian, sehingga produktivitas mereka rendah.
Berdasarkan uraian di atas, pendapatan masyarakat antara satu sama lain berbeda-beda tergantung jenis/profesi pekerjaan yang dilakukan sehingga variasi tingkatan pendapatannya dapat berbeda-beda. Pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan yang dilakukan ada yang dibayarkan per hari, mingguan atau bulanan sehingga pendapatan inilah yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup baik keperluan makan atau keperluan lain seperti untuk keberlanjutan pendidikan anak yang merupakan suatu investasi untuk masa depan. Read More......
Konsep Sistem Informasi Perencanaan (SIP)
Menurut Miles (1999:225), faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan lokasi adalah :
1. Zoning ( peruntukan lahan)
2. Fisik ( physical features)
3. Utilitas
4. Transportasi
5. Parkir
6. Dampak lingkungan ( sosial dan alam)
7. Pelayanan publik
8. Penerimaan/respon masyaraat (termasuk perubahan perilaku)
9. Permintaan dan penawaran ( pertumbuhan penduduk, penyerapan tenaga kerja, distribusi pendapatan)
Menurut Black ( dalam Tamin, 2000:32), aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi. Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Jadi dapat dikataan disini bahwa aksesibilitas merefleksikan jarak perpindahan di antara beberapa tempat yang dapat diukur dengan waktu/atau biaya yang dibutuhkan untuk perpindahan tersebut. Tempat yang memiliki watu dan biaya perpindahan yang rendah menggambaran adanya aksesibilitas tinggi. Peningkatan fungsi transportasi akan meningkatkan aksesibilitas karena dapat menekan watu dan biaya yang dibutuhkan. Skema sederhana yang memperlihatkan kaitan berbagai hal, menjelaskan mengenai aksesibilitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel. V.1
Klasifikasi Tingkat Aksesibilitas
Jarak Jauh Aksesibilitas Rendah Aksesibilitas Menengah
Dekat Aksesibilitas Menengah Aksesibilitas Tinggi
Kondisi Prasarana Sangat Jelek Sangat Baik
Jayadinata (1985:91) menambahkan bahwa terdapat beberapa alternatif kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan aksesibilitas suatu wilayah supaya penduduknya dalam berbagai keadaan dapat menjangkau pelayanan sosial dan ekonomi yang dibutuhkan, yaitu :
Membantu mobilitas perorangan ( ke tempat kerja, sekolah, pasar, balai pengobatan, dan sebagainya)
Memberikan pelayanan untuk penduduk ( pelayanan keliling : kesehatan, perpustakaan, dan sebagainya)
Merelokasi penduduk supaya dekat ke pusat kegiatan seperti sekolah, pasar, dan sebagainya
Menambah jalur pelayanan angkutan
Merelokasi kegiatan ( supaya dekat dengan penduduk)
Mengadakan kebijakan tentang waktu
Di dalam kegiatan ekonomi terdapat suatu istilah yaitu ambang (threshold) yang berarti jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk menunjang supaya suatu fungsi tertentu dapat berjalan lancar. Dengan demikian, prasarana atau sarana yang lebih tinggi fungsinya atau yang diperlukan oleh jumlah penduduk yang besar jumlahnya ( sekolah menengah, pasar, dan sebagainya) harus terletak di wilayah yang jangkauannya lebih luas yaitu bukan di desa tapi di kecamatan. ( Jayadinata, 1999:34)
Christaller ( dalam Daldjoeni, 1987:132-132) melalui central place theory mengembangkan konsep range dan threshold. . Diasumsikan suatu wilayah sebagai dataran yang homogen dengan sebaran penduduk yang merata, dimana penduduknya membutuhkan berbagai barang dan jasa. Kebutuhan-kebutuhan tadi memiliki dua hal yang khas, yaitu :
1. Range, jarak yang perlu ditempuh orang untuk mendapatkan barang kebutuhannya.
2. Threshold adalah minimum jumlah penduduk yang diperlukan untuk kelancaran dan kesinambungan suplai barang
Barang dan jasa yang memiliki threshold dan range yang besar disebut barang dan jasa tingkat rendah, threshold-nya kecil dan range-nya terbatas. Makin tinggi tingkat barang dan jasa , makin besar pula range-nya dari penduduk di tempat kecil. Christaller juga menganggap jumlah penduduk merupakan penentu dari tingkat pelayanan pusat central, selain itu juga fungsi dari pusat sentral itu menjadi penting, misalnya sebagai pusat kegiatan pendidikan, pemerintahan, perdagangan, maupun rekreasi. Keterkaitan antara jumlah penduduk penduung di suatu wilayah dengan tingatan (hirarki) dari pusat pelayanan tempat sentral. Di dalam mengembangkan pusat pedesaan dengan pembangunan sistem hirarki pemusatan tempat ( central place), yaitu dengan memusatkan beberapa fasilitas layanan yang dibutuhkan sehingga berada dalam jangkauan penduduk pedesaan. Tiap jenis fungsi atau fasilitas harus dapat digunakan oleh sejumlah orang. Jumlah minimum dari penduduk yang diperlukan untuk mendukung bertahannya suatu rdisebut ambang (threshold).
Menurut Ricrmintaan (ESCAP, 1979, h.87), permintaan ambang barang dan jasa (prasarana, pelayanan) dapat diurutkan dari tingkatan yang paling tinggi sampai tingkatan paling rendah. Pemusatan kegiatan sosial dan ekonomi harus terdapat di suatu tempat yang letaknya menguntungkan bagi sebagian besar penduduk. Dengan demikian , beberapa kampung diharapkan berkembang menjadi pusat pertumbuhan yang membentuk hirarki ; pusat terendah, pusat menengah, dan pusat tertinggi. Pusat terendah harus meliputi fasilitas pendidikan , kesehatan, pemasaran dan industri pertanian.
Dalam konsep SI dan SIP terdapat istilah model, sistem, dan informasi. Menurut Despotakis,1993 model adalah suatu perumpamaan dan persepsi yang digunakan untuk menggambarkan suatu fenomena dalam dunia nyata. Wegener, 2000 menggambarkan model sebagai simplifikasi representasi objek yang diamati untuk tujuan penggambaran, penjelasan, peramalan, dan perencanaan. Sedangkan ESRI, 1996 model adalah untuk menggambarkan sesuatu yang tidak dapat diamati secara langsung, karena tidak semua fenomena di lingkungan kita dapat diamati secara langsung, kita memerlukan model sebagai media amatan kita untuk menggambarkan realita.
Dalam The Holt Intermediate Dictionary Of American English (1966) dinyatakan bahwa system adalah sekelompok bagian-bagian yang bekerja sama secara keseluruhan berdasarkan suatu tujuan bersama. Menurut Churhman (1968) sistem merupakan seperangkat bagian yang terkoordinasi untuk menyelesaikan seperangkat tujuan. Sedang Hicks dalam Endang (1999) menyatakan bahwa sistem adalah seperangkat unsur-unsur yang saling berkaitan, saling bergantung, dan saling berinteraksi atau suatu kesatuan usaha yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu dengan yang lainnya, dalam usaha untuk mencapai satu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks. Di dalam suatu sistem yang kompleks seperti sistem sistem sosial termasuk di dalamnya sistem pendidikan, kejelasan hierarki/struktur sistem sangat penting. Kejelasan istilah-istilah yang digunakan dalam suatu sistem perlu disepakati oleh sekelompok orang yang akan menyusun suatu hierarki atau struktur suatu sistem. Dalam menyusun hierarki atau struktur sistem, kelompok penyusun atau tim harus menyepakati dahulu suatu kerangka hierarki atau strutur sistem, kemudian diputuskan bersama-sama yang disebut sistem, sub sistem, komponen, dimensi, dan variabel dari suatu masalah. Read More......
1. Zoning ( peruntukan lahan)
2. Fisik ( physical features)
3. Utilitas
4. Transportasi
5. Parkir
6. Dampak lingkungan ( sosial dan alam)
7. Pelayanan publik
8. Penerimaan/respon masyaraat (termasuk perubahan perilaku)
9. Permintaan dan penawaran ( pertumbuhan penduduk, penyerapan tenaga kerja, distribusi pendapatan)
Menurut Black ( dalam Tamin, 2000:32), aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi. Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Jadi dapat dikataan disini bahwa aksesibilitas merefleksikan jarak perpindahan di antara beberapa tempat yang dapat diukur dengan waktu/atau biaya yang dibutuhkan untuk perpindahan tersebut. Tempat yang memiliki watu dan biaya perpindahan yang rendah menggambaran adanya aksesibilitas tinggi. Peningkatan fungsi transportasi akan meningkatkan aksesibilitas karena dapat menekan watu dan biaya yang dibutuhkan. Skema sederhana yang memperlihatkan kaitan berbagai hal, menjelaskan mengenai aksesibilitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel. V.1
Klasifikasi Tingkat Aksesibilitas
Jarak Jauh Aksesibilitas Rendah Aksesibilitas Menengah
Dekat Aksesibilitas Menengah Aksesibilitas Tinggi
Kondisi Prasarana Sangat Jelek Sangat Baik
Jayadinata (1985:91) menambahkan bahwa terdapat beberapa alternatif kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan aksesibilitas suatu wilayah supaya penduduknya dalam berbagai keadaan dapat menjangkau pelayanan sosial dan ekonomi yang dibutuhkan, yaitu :
Membantu mobilitas perorangan ( ke tempat kerja, sekolah, pasar, balai pengobatan, dan sebagainya)
Memberikan pelayanan untuk penduduk ( pelayanan keliling : kesehatan, perpustakaan, dan sebagainya)
Merelokasi penduduk supaya dekat ke pusat kegiatan seperti sekolah, pasar, dan sebagainya
Menambah jalur pelayanan angkutan
Merelokasi kegiatan ( supaya dekat dengan penduduk)
Mengadakan kebijakan tentang waktu
Di dalam kegiatan ekonomi terdapat suatu istilah yaitu ambang (threshold) yang berarti jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk menunjang supaya suatu fungsi tertentu dapat berjalan lancar. Dengan demikian, prasarana atau sarana yang lebih tinggi fungsinya atau yang diperlukan oleh jumlah penduduk yang besar jumlahnya ( sekolah menengah, pasar, dan sebagainya) harus terletak di wilayah yang jangkauannya lebih luas yaitu bukan di desa tapi di kecamatan. ( Jayadinata, 1999:34)
Christaller ( dalam Daldjoeni, 1987:132-132) melalui central place theory mengembangkan konsep range dan threshold. . Diasumsikan suatu wilayah sebagai dataran yang homogen dengan sebaran penduduk yang merata, dimana penduduknya membutuhkan berbagai barang dan jasa. Kebutuhan-kebutuhan tadi memiliki dua hal yang khas, yaitu :
1. Range, jarak yang perlu ditempuh orang untuk mendapatkan barang kebutuhannya.
2. Threshold adalah minimum jumlah penduduk yang diperlukan untuk kelancaran dan kesinambungan suplai barang
Barang dan jasa yang memiliki threshold dan range yang besar disebut barang dan jasa tingkat rendah, threshold-nya kecil dan range-nya terbatas. Makin tinggi tingkat barang dan jasa , makin besar pula range-nya dari penduduk di tempat kecil. Christaller juga menganggap jumlah penduduk merupakan penentu dari tingkat pelayanan pusat central, selain itu juga fungsi dari pusat sentral itu menjadi penting, misalnya sebagai pusat kegiatan pendidikan, pemerintahan, perdagangan, maupun rekreasi. Keterkaitan antara jumlah penduduk penduung di suatu wilayah dengan tingatan (hirarki) dari pusat pelayanan tempat sentral. Di dalam mengembangkan pusat pedesaan dengan pembangunan sistem hirarki pemusatan tempat ( central place), yaitu dengan memusatkan beberapa fasilitas layanan yang dibutuhkan sehingga berada dalam jangkauan penduduk pedesaan. Tiap jenis fungsi atau fasilitas harus dapat digunakan oleh sejumlah orang. Jumlah minimum dari penduduk yang diperlukan untuk mendukung bertahannya suatu rdisebut ambang (threshold).
Menurut Ricrmintaan (ESCAP, 1979, h.87), permintaan ambang barang dan jasa (prasarana, pelayanan) dapat diurutkan dari tingkatan yang paling tinggi sampai tingkatan paling rendah. Pemusatan kegiatan sosial dan ekonomi harus terdapat di suatu tempat yang letaknya menguntungkan bagi sebagian besar penduduk. Dengan demikian , beberapa kampung diharapkan berkembang menjadi pusat pertumbuhan yang membentuk hirarki ; pusat terendah, pusat menengah, dan pusat tertinggi. Pusat terendah harus meliputi fasilitas pendidikan , kesehatan, pemasaran dan industri pertanian.
Dalam konsep SI dan SIP terdapat istilah model, sistem, dan informasi. Menurut Despotakis,1993 model adalah suatu perumpamaan dan persepsi yang digunakan untuk menggambarkan suatu fenomena dalam dunia nyata. Wegener, 2000 menggambarkan model sebagai simplifikasi representasi objek yang diamati untuk tujuan penggambaran, penjelasan, peramalan, dan perencanaan. Sedangkan ESRI, 1996 model adalah untuk menggambarkan sesuatu yang tidak dapat diamati secara langsung, karena tidak semua fenomena di lingkungan kita dapat diamati secara langsung, kita memerlukan model sebagai media amatan kita untuk menggambarkan realita.
Dalam The Holt Intermediate Dictionary Of American English (1966) dinyatakan bahwa system adalah sekelompok bagian-bagian yang bekerja sama secara keseluruhan berdasarkan suatu tujuan bersama. Menurut Churhman (1968) sistem merupakan seperangkat bagian yang terkoordinasi untuk menyelesaikan seperangkat tujuan. Sedang Hicks dalam Endang (1999) menyatakan bahwa sistem adalah seperangkat unsur-unsur yang saling berkaitan, saling bergantung, dan saling berinteraksi atau suatu kesatuan usaha yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu dengan yang lainnya, dalam usaha untuk mencapai satu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks. Di dalam suatu sistem yang kompleks seperti sistem sistem sosial termasuk di dalamnya sistem pendidikan, kejelasan hierarki/struktur sistem sangat penting. Kejelasan istilah-istilah yang digunakan dalam suatu sistem perlu disepakati oleh sekelompok orang yang akan menyusun suatu hierarki atau struktur suatu sistem. Dalam menyusun hierarki atau struktur sistem, kelompok penyusun atau tim harus menyepakati dahulu suatu kerangka hierarki atau strutur sistem, kemudian diputuskan bersama-sama yang disebut sistem, sub sistem, komponen, dimensi, dan variabel dari suatu masalah. Read More......
Selasa, 13 Oktober 2009
Cerpen
Taubat Makan Sambal Di Bawah Surga
By : Mustika
Tetes keringat dingin membasahi setiap helai rambut tanganku, ketika pertanyaan itu terlontar dipresentasi yang seharusnya bukan aku yang menghadirinya, ”apa yang akan dia lakukan jika mendapatkan hadiah utama?”
“Senangnya dia jika keinginan bundanya ingin memperbaiki rumah dapat dia penuhi.”Dari belakang sisiku terngiang seruan,”Bagaimana perangai dia dalam cerita ini sebenarnya?” “Baiklah akan aku ceritakan apa yang ditulisnya…………….”
Sebut saja aku seorang gadis yang sering disapa Bian. Sebuah keluarga besar mengelilingi hidupku. Lima belas tahun ditemani orang-orang terbaik, sebut saja itu bunda, ayah dan adik tiriku. Gubukku tidak jauh dari tempat aku menempa diri. Sekarang aku sedang diuji untuk menduduki kelas dua disekolah unggulan yang begitu diminati oleh banyak orang. Beruntungnya aku bisa berada disekolah itu. Seorang wanita yang dianugrahkan paras yang indah kini menjelma menjadi sesosok ibu yang begitu aku idamkan. Dia aku panggil bunda. Mungkin disetiap berkaca ia mengatakan “ Segala puji bagi Allah, baguskanlah budi pekertiku sebagaimana Engkau membaguskan rupaku wajahku .“ Tutur lembut, baik hati, pemaaf, dan berbakti kepada orang tua itulah sosok bundaku. Nasibnya tidak semulus raut wajahnya, dengan pertemuan yang seandainya bisa dibaca dia pasti akan menjauh dari jodohnya itu. Meski pernikahan itu terbilang muda, pernikahan itu tidak berlangsung lama tapi cukup banyak menyisakan bekas luka yang mendalam lahir batinnya, mungkin dimata agama ku seorang wanita meminta bercerai dengan suaminya dianggap sebagai suatu dosa yang amat fatal karena pernikahan itu sebaiknya hanya sekali seumur hidup. Namun ketika seorang pemabuk yang suka berjudi dan bermain wanita memperistrinya, kefatalan itu nyata adanya. Meski keadaan saat itu tidak baik bagi mentalku namun bagi ku itu tidak lebih dari suatu kebebasan. Dan kalaupun terus bersama orang yang kurang waras itu, mentalku malah tambah tidak baik akibat trauma. Bagiku itu memang yang terbaik bagi semua pihak. Yang lebih baik dipihak bundaku, karena dia tidak akan kesakitan lagi kalau menanyakan kepulangan suaminya atau melekukan kesalahan yang seharusnya bisa ditoleransi. Keinginan membuka lembaran baru lagi menujukan mata bundaku kepada seorang bujangan yang tidak jauh berbeda dengan masa lalunya yang suram. Tapi dia tahu Allah itu Maha Adil dan Penyayang sehingga hal itu membuat seorang pemabuk yang lain menerimanya meskipun dengan status janda beranak dua. Tanda tanya besar bagiku, kenapa hal yang sama dipilihnya ketika rasa sakitnya itu mulai berangsur pulih. “Nak, bunda saat itu yakin dia bisa berubah, tidak ada orang yang sama nak ….didunia ini “
Mulia sekali dia. Saat itu bulan kelima aku hidup didunia, meski hanya sebagai buruh dia menghidupiku hingga aku bisa duduk dibangku SMA . Dia jauh lebih baik dari ayah kandungku . Hingga tak pernah terpikirkan olehku untuk membandingkannya, karena tulusnya tidak dapat diukur dengan alat ukur apapun. Pernah aku lihat bunda mara-marah ketika ayahku itu pulang malam dengan aroma lkohol yang menyengat hidung. Aku lihat dibalik jendela, lalu ditutup pintunya oleh bunda. Aku sedih sekali, lalu aku membuka pintu itu. Kulihat tubuh yang sudah melingkar seperti ulat bulu yang keluar dari sangkarnya, aku ikut merasakan kedinginannya itu. Ku bangunkan perlahan dan aku suruh dia masuk walaupun hanya tidur disofa. Ku selimuti dia yang sudah terlelap walaupun aku melihat bunda yang begitu kesal. Ayahku sadar dengan ketabahan dan kesabaran seorang istri yang baik hati itu, lambat laun dia berhenti meminum minuman haram itu karena setelah aku beri tahu jika melakukannya maka semua amal perbuatan dan kebaikan kita tidak akan diterima selama 40 hari. Layaknya orang tua, harapan selalu hadir disetiap anaknya bertambah usia. Entah apa dan bagaimana itu tergantung orangtua yang ingin membawa anaknya seperti apa. Proses sosial yang berlangsung dengan baik selama 6 tahun dibangku sekolah dasar. Tiba saatnya aku memasuki dunia yang sangat berbahaya, yaitu dimana ketidakstabilan mendera. Dunia dimana para orang tua melawan kenyataan impian mereka dibayangi dengan beberapa hal yang membuat mereka tidak berhenti berpikir. Hal itu adalah ingin tau dan mencoba. Aku terjerumus didunia ini. Proses ini terjadi pada saat aku memasuki SMP. Semua seakan bertolak belakang dengan harapan dan impian orangtuaku. Aku yang dulu juara pertama disebuah TPA namun kandas karena kecewa, tidak jadi diwisudakan hanya karena murid dari TPA ku jumlahnya tidak mencapai target. Aku sungguh kecewa saat itu, karena bagiku menunjang sepeda dari rumah cukup mengisap energiku. Tapi kini seperti lupa dengan apa yang telah aku juarai itu. Seakan tidak pernah sama sekali aku mempelajarinya. Kewajibanku sebagai seorang muslimah telah hancur berkeping dilindas oleh ban-ban sepeda yang membawaku menjauh dari semua itu. Pergaulan membawa aku menjadi seorang gadis yang tidak pernah puas, lupa siapa diri ini , dan membangkang. Semua terjadi diluar kendaliku, teman ternyata ibaratkan setan dan malaikat yang terkadang bisa mengajak pada kebaikan bahkan keperubahan yang menyimpang. Dan aku berada ditengah kerumunan para setan yang berwujud manusia, aku akui itu. “Jangankan mengatakan tidak,mengucapkan kata ahh saja itu sudah berdosa nak….” Telingaku sudah berulang kali mendengar kata-kata itu hingga membuatnya hafal setiap luapan kasih sayang itu dihadirkan dengan sebentuk nasehat yang terkadang aku anggap sebuah keegoisan orang dewasa yang tak pernah merasakan waktu remaja . Aku tau setiap hukuman yang aku dapat jika megerjakan larangan-Nya. Padahal aku tahu tidak sedikit pun orangtuaku menginginkan ini terjadi padaku, tapi apa yang aku perbuat kini membuat orang yang pernah menghadapi antara hidup dan mati karena melahirkanku kedunia menjatuhkan air mata kekecewaannya. Mungkin bumi pun tidak rela ketika kaki kecilku menapakinya karena tetesan air mata seorang bunda itu. Entah apa yang membuat manusia seperti aku ini tega berbuat seperti itu . Berbagai kalimat yang mengecilkan hatiku saat itu terlontar dari bibir seorang yang telah menafkahiku selama bertahun-tahun . Rasa inginku memperbaiki diri selalu hadir ketika rasa bersalah ku datang. Namun tetap saja jatuh dilubang yang sama untuk yang kesekian kalinya. Seandainya penghargaan ULUL AZMI itu tercipta lagi, aku akan mempersembahkannya untuk bundaku . Anak itu anugrah, mungkin tidak bagi orangtuaku. Hilang kepercayaan kepada seorang anak membuat setiap gerakanku dicurigai, meskipun awalnya ingin memperbaiki hilang ditelan oleh bisikan setan yang berada disampingku. Pernah aku dengar bunda mengatakan “ Apa salah yang telah aku perbuat sehingga aku merasakan seperti ini, jangankan melawan orangtua diisyaratkan dengan gerakan mata saja aku sudah takut, apa aku salah tidak menggunakan kekerasan tapi aku tidak ingin mereka merasakan seperti apa yang telah aku rasakan, berikanlah kesabaran itu ya Allah pada hambamu ini….” Saat dia menghadap pada Allah SWT. Aku sempat berpikir, Allah tidak akan memberikan cobaan yang melebihi kadar iman seseorang. Sedangkan aku hanya sebatas tahu tentang iman namun bisa dibilang tidak beriman karena selalu kalah dengan bisikan setan. Aku bingung kenapa hidup ku seperti ini, sedangkan aku tahu Allah tidak akan merubah nasib seseorang sebelum orang itu merubahnya. Apakah bundaku yang sudah mempunyai kadar iman yang tinggi itu. Mungkin ini akibat pergaulanku yang telah keluar dari norma agama. Tidak mau kalah segala-galanya dari orang lain hanyalah sebuah sugesti negative yang akan membuat kita menjadi lupa akan siapa diri kita sebenarnya. Kenikmatan dunia yang waktu itu membuai, membuat aku bercermin kepada orang yang tidak bisaku samakan. Sedangkan aku hidup dilingkungan yang menuntut harus hidup prihatin. Hingga akhirnya aku putuskan untuk lari dari kenyataan seperti pengecut. Disebuah rumah besar yang hanya bertinggalkan sepasang suami istri yang sampai saat itu belum dianugrahi anak . Harapan Opung dan Tante ku pun sama seperti harapan ayah dan bundaku. Hanya bertahan beberapa bulan saja. Dan lagi-lagi aku menghilangkan kepecayaan dengan latar belakang yang sama yaitu berbohong hanya untuk kesenangan sesaat. Aku diciduk sedang bermain kelereng yang pada awalnya aku meminta izin untuk pergi les tambahan. Padahal seandainya saat itu aku mengikuti aturan main yang telah ditentukan mungkin saat ini aku masih bertahan dirumah itu. Aku keluar dari rumah itu tidak sebaik kondisi saat aku diterima mereka. Tapi ada pelajaran yang belum pernah kita dapatkan disekolah maupun dirumah yaitu peristiwa dilingkungan hidup kita. Proses itu begitu alamiah, tidak sedikit pun tuntutan dalam hal ini. Ini guru yang bisa diandalkan setiap saat. Namun kenapa aku tak bisa berguru dengannya sedangkan aku sudah bisa dibilang sering mengalami peristiwa yang tanpa aku sadari itu pertanda alam. Bodohnya aku yang tidak pernah menjadikan semua itu sebagai suatu batu loncatan yang menuju nurani cemerlang bukan batu sandungan yang menuju keterjatuhan. Akhirnya aku dipulangkan dengan perasaan penuh malu, murka bundaku kini terputar ibarat lagu lama yang kini sejujurnya lelah untuk bersuara. Tapi belum pernah jemari tangan bundaku dilayangkan ketubuh yang telah dirawatnya ini. Dan itu bertujuan agar tidak memulai mengajari ayah tiriku untuk melakukan kekerasan padaku.
............BERSAMBUNG.......... Read More......
By : Mustika
Tetes keringat dingin membasahi setiap helai rambut tanganku, ketika pertanyaan itu terlontar dipresentasi yang seharusnya bukan aku yang menghadirinya, ”apa yang akan dia lakukan jika mendapatkan hadiah utama?”
“Senangnya dia jika keinginan bundanya ingin memperbaiki rumah dapat dia penuhi.”Dari belakang sisiku terngiang seruan,”Bagaimana perangai dia dalam cerita ini sebenarnya?” “Baiklah akan aku ceritakan apa yang ditulisnya…………….”
Sebut saja aku seorang gadis yang sering disapa Bian. Sebuah keluarga besar mengelilingi hidupku. Lima belas tahun ditemani orang-orang terbaik, sebut saja itu bunda, ayah dan adik tiriku. Gubukku tidak jauh dari tempat aku menempa diri. Sekarang aku sedang diuji untuk menduduki kelas dua disekolah unggulan yang begitu diminati oleh banyak orang. Beruntungnya aku bisa berada disekolah itu. Seorang wanita yang dianugrahkan paras yang indah kini menjelma menjadi sesosok ibu yang begitu aku idamkan. Dia aku panggil bunda. Mungkin disetiap berkaca ia mengatakan “ Segala puji bagi Allah, baguskanlah budi pekertiku sebagaimana Engkau membaguskan rupaku wajahku .“ Tutur lembut, baik hati, pemaaf, dan berbakti kepada orang tua itulah sosok bundaku. Nasibnya tidak semulus raut wajahnya, dengan pertemuan yang seandainya bisa dibaca dia pasti akan menjauh dari jodohnya itu. Meski pernikahan itu terbilang muda, pernikahan itu tidak berlangsung lama tapi cukup banyak menyisakan bekas luka yang mendalam lahir batinnya, mungkin dimata agama ku seorang wanita meminta bercerai dengan suaminya dianggap sebagai suatu dosa yang amat fatal karena pernikahan itu sebaiknya hanya sekali seumur hidup. Namun ketika seorang pemabuk yang suka berjudi dan bermain wanita memperistrinya, kefatalan itu nyata adanya. Meski keadaan saat itu tidak baik bagi mentalku namun bagi ku itu tidak lebih dari suatu kebebasan. Dan kalaupun terus bersama orang yang kurang waras itu, mentalku malah tambah tidak baik akibat trauma. Bagiku itu memang yang terbaik bagi semua pihak. Yang lebih baik dipihak bundaku, karena dia tidak akan kesakitan lagi kalau menanyakan kepulangan suaminya atau melekukan kesalahan yang seharusnya bisa ditoleransi. Keinginan membuka lembaran baru lagi menujukan mata bundaku kepada seorang bujangan yang tidak jauh berbeda dengan masa lalunya yang suram. Tapi dia tahu Allah itu Maha Adil dan Penyayang sehingga hal itu membuat seorang pemabuk yang lain menerimanya meskipun dengan status janda beranak dua. Tanda tanya besar bagiku, kenapa hal yang sama dipilihnya ketika rasa sakitnya itu mulai berangsur pulih. “Nak, bunda saat itu yakin dia bisa berubah, tidak ada orang yang sama nak ….didunia ini “
Mulia sekali dia. Saat itu bulan kelima aku hidup didunia, meski hanya sebagai buruh dia menghidupiku hingga aku bisa duduk dibangku SMA . Dia jauh lebih baik dari ayah kandungku . Hingga tak pernah terpikirkan olehku untuk membandingkannya, karena tulusnya tidak dapat diukur dengan alat ukur apapun. Pernah aku lihat bunda mara-marah ketika ayahku itu pulang malam dengan aroma lkohol yang menyengat hidung. Aku lihat dibalik jendela, lalu ditutup pintunya oleh bunda. Aku sedih sekali, lalu aku membuka pintu itu. Kulihat tubuh yang sudah melingkar seperti ulat bulu yang keluar dari sangkarnya, aku ikut merasakan kedinginannya itu. Ku bangunkan perlahan dan aku suruh dia masuk walaupun hanya tidur disofa. Ku selimuti dia yang sudah terlelap walaupun aku melihat bunda yang begitu kesal. Ayahku sadar dengan ketabahan dan kesabaran seorang istri yang baik hati itu, lambat laun dia berhenti meminum minuman haram itu karena setelah aku beri tahu jika melakukannya maka semua amal perbuatan dan kebaikan kita tidak akan diterima selama 40 hari. Layaknya orang tua, harapan selalu hadir disetiap anaknya bertambah usia. Entah apa dan bagaimana itu tergantung orangtua yang ingin membawa anaknya seperti apa. Proses sosial yang berlangsung dengan baik selama 6 tahun dibangku sekolah dasar. Tiba saatnya aku memasuki dunia yang sangat berbahaya, yaitu dimana ketidakstabilan mendera. Dunia dimana para orang tua melawan kenyataan impian mereka dibayangi dengan beberapa hal yang membuat mereka tidak berhenti berpikir. Hal itu adalah ingin tau dan mencoba. Aku terjerumus didunia ini. Proses ini terjadi pada saat aku memasuki SMP. Semua seakan bertolak belakang dengan harapan dan impian orangtuaku. Aku yang dulu juara pertama disebuah TPA namun kandas karena kecewa, tidak jadi diwisudakan hanya karena murid dari TPA ku jumlahnya tidak mencapai target. Aku sungguh kecewa saat itu, karena bagiku menunjang sepeda dari rumah cukup mengisap energiku. Tapi kini seperti lupa dengan apa yang telah aku juarai itu. Seakan tidak pernah sama sekali aku mempelajarinya. Kewajibanku sebagai seorang muslimah telah hancur berkeping dilindas oleh ban-ban sepeda yang membawaku menjauh dari semua itu. Pergaulan membawa aku menjadi seorang gadis yang tidak pernah puas, lupa siapa diri ini , dan membangkang. Semua terjadi diluar kendaliku, teman ternyata ibaratkan setan dan malaikat yang terkadang bisa mengajak pada kebaikan bahkan keperubahan yang menyimpang. Dan aku berada ditengah kerumunan para setan yang berwujud manusia, aku akui itu. “Jangankan mengatakan tidak,mengucapkan kata ahh saja itu sudah berdosa nak….” Telingaku sudah berulang kali mendengar kata-kata itu hingga membuatnya hafal setiap luapan kasih sayang itu dihadirkan dengan sebentuk nasehat yang terkadang aku anggap sebuah keegoisan orang dewasa yang tak pernah merasakan waktu remaja . Aku tau setiap hukuman yang aku dapat jika megerjakan larangan-Nya. Padahal aku tahu tidak sedikit pun orangtuaku menginginkan ini terjadi padaku, tapi apa yang aku perbuat kini membuat orang yang pernah menghadapi antara hidup dan mati karena melahirkanku kedunia menjatuhkan air mata kekecewaannya. Mungkin bumi pun tidak rela ketika kaki kecilku menapakinya karena tetesan air mata seorang bunda itu. Entah apa yang membuat manusia seperti aku ini tega berbuat seperti itu . Berbagai kalimat yang mengecilkan hatiku saat itu terlontar dari bibir seorang yang telah menafkahiku selama bertahun-tahun . Rasa inginku memperbaiki diri selalu hadir ketika rasa bersalah ku datang. Namun tetap saja jatuh dilubang yang sama untuk yang kesekian kalinya. Seandainya penghargaan ULUL AZMI itu tercipta lagi, aku akan mempersembahkannya untuk bundaku . Anak itu anugrah, mungkin tidak bagi orangtuaku. Hilang kepercayaan kepada seorang anak membuat setiap gerakanku dicurigai, meskipun awalnya ingin memperbaiki hilang ditelan oleh bisikan setan yang berada disampingku. Pernah aku dengar bunda mengatakan “ Apa salah yang telah aku perbuat sehingga aku merasakan seperti ini, jangankan melawan orangtua diisyaratkan dengan gerakan mata saja aku sudah takut, apa aku salah tidak menggunakan kekerasan tapi aku tidak ingin mereka merasakan seperti apa yang telah aku rasakan, berikanlah kesabaran itu ya Allah pada hambamu ini….” Saat dia menghadap pada Allah SWT. Aku sempat berpikir, Allah tidak akan memberikan cobaan yang melebihi kadar iman seseorang. Sedangkan aku hanya sebatas tahu tentang iman namun bisa dibilang tidak beriman karena selalu kalah dengan bisikan setan. Aku bingung kenapa hidup ku seperti ini, sedangkan aku tahu Allah tidak akan merubah nasib seseorang sebelum orang itu merubahnya. Apakah bundaku yang sudah mempunyai kadar iman yang tinggi itu. Mungkin ini akibat pergaulanku yang telah keluar dari norma agama. Tidak mau kalah segala-galanya dari orang lain hanyalah sebuah sugesti negative yang akan membuat kita menjadi lupa akan siapa diri kita sebenarnya. Kenikmatan dunia yang waktu itu membuai, membuat aku bercermin kepada orang yang tidak bisaku samakan. Sedangkan aku hidup dilingkungan yang menuntut harus hidup prihatin. Hingga akhirnya aku putuskan untuk lari dari kenyataan seperti pengecut. Disebuah rumah besar yang hanya bertinggalkan sepasang suami istri yang sampai saat itu belum dianugrahi anak . Harapan Opung dan Tante ku pun sama seperti harapan ayah dan bundaku. Hanya bertahan beberapa bulan saja. Dan lagi-lagi aku menghilangkan kepecayaan dengan latar belakang yang sama yaitu berbohong hanya untuk kesenangan sesaat. Aku diciduk sedang bermain kelereng yang pada awalnya aku meminta izin untuk pergi les tambahan. Padahal seandainya saat itu aku mengikuti aturan main yang telah ditentukan mungkin saat ini aku masih bertahan dirumah itu. Aku keluar dari rumah itu tidak sebaik kondisi saat aku diterima mereka. Tapi ada pelajaran yang belum pernah kita dapatkan disekolah maupun dirumah yaitu peristiwa dilingkungan hidup kita. Proses itu begitu alamiah, tidak sedikit pun tuntutan dalam hal ini. Ini guru yang bisa diandalkan setiap saat. Namun kenapa aku tak bisa berguru dengannya sedangkan aku sudah bisa dibilang sering mengalami peristiwa yang tanpa aku sadari itu pertanda alam. Bodohnya aku yang tidak pernah menjadikan semua itu sebagai suatu batu loncatan yang menuju nurani cemerlang bukan batu sandungan yang menuju keterjatuhan. Akhirnya aku dipulangkan dengan perasaan penuh malu, murka bundaku kini terputar ibarat lagu lama yang kini sejujurnya lelah untuk bersuara. Tapi belum pernah jemari tangan bundaku dilayangkan ketubuh yang telah dirawatnya ini. Dan itu bertujuan agar tidak memulai mengajari ayah tiriku untuk melakukan kekerasan padaku.
............BERSAMBUNG.......... Read More......
Langganan:
Postingan (Atom)