SUBBAG PERENCANAAN& PELAPORAN DINAS PENDIDIKAN KAB. BELITUNG

" Tatalah Perencanaan dari mulai awal sehingga memudahkan dalam menentukan arah tujuan yang ingin dicapai, Evaluasi setiap ketercapaian dari realisasi untuk menentukan arah ke depan, yakinlah akan berhasil" (Subbag Perencanaan dan Pelaporan Dinas Pendidikan Kab. Belitung)

Selasa, 20 Oktober 2009

Keterkaitan Tingkat Pendidikan dan Pendapatan Masyarakat

2.1.1 Tingkat Pendidikan Masyarakat dan Pendapatan Masyarakat
2.1.1.1 Tingkat Pendidikan Masyarakat
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar dalam kehidupan serta sebagai faktor yang dominan dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan selain penting dalam mengatasi dan mengikuti tantangan zaman serta dapat membawa pengaruh positif dalam berbagai sendi-sendi kehidupan sehingga tidaklah mengherankan apabila pendidikan senantiasa mendapat banyak perhatian yang lebih.
Menurut Undang-undang No. 20 tahu 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha pendidikan menurut Undang-undang Repubilk Indonesia nomor 20 tahun 2003 Bab VI pasal 13, menyatakan: “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan merupakan anak tangga mobilitas yang penting. Bertambah tingginya taraf pendidikan makin besar kemungkinan mobilitas bagi anak-anak golongan ekonomi rendah dan menengah. Makin tinggi tingkat pendidikannya dari sisi intelektualitas makin tinggi derajat sosialnya di dalam masyarakat biasanya keluaran dari pendidikan formal. (Karsidi, 2008)
Masyarakat yang dimaksud di dalam penelitian adalah keluarga. Keluarga adalah kelompok manusia terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak termasuk juga anak yang diangkat (adopsi) serta anak tiri yang dianggap anak kandung. (Subandiroso, 1987 ).
Menurut Undang-Undang no.2 tahun 1999, pengukuran tingkat pendidikan formal digolongkan menjadi 4 (empat) yaitu:
1. Tingkat pendidikan sangat tinggi, yaitu minimal pernah menempuh pendidikan tinggi
2. Tingkat pendidikan tinggi, yaitu pendidikan SLTA/sederajat
3. Tingkatan pendidikan sedang, yaitu pendidikan SMP/sederajat
4. Tingkat pendidikan rendah, yaitu pendidikan SD/sederajat
Masyarakat selaku pengguna pendidikan yang mempunyai hak untuk diberikan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya oleh Pemerintah, tetapi ketiadaan dan perbedaan kesempatan menjadi suatu hambatan pada tatanan praktik di lapangan. Keberlanjutan pendidikan anak ke pendidikan menengah, menurut Marsden (1971) dalam Mutrofin (2009) disebutkan bahwa pendidikan ayah merupakan peramal yang lebih baik di tingkat sekolah lanjutan (Secondary School) dibandingkan pendapatan keluarga yang disatukan. Ini dimaksudkan bahwa untuk melihat keberlanjutan pendidikan anak dapat direpresentasikan oleh minimal pendidikan terakhir ayah yang ditamatkan pada pendidikan formal.

2.1.1.2 Tingkat Pendapatan Masyarakat
Dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan yang lainnya setiap orang memerlukan pekerjaan. Dengan bekerja mereka akan memperoleh pendapatan, apabila pendapatan tersebut dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari dan mencukupi kebutuhan rumah tangga lainnya maka keluarga tersebut dikatakan makmur.
Pendapatan adalah semua penghasilan yang didapat oleh keluarga baik berupa uang ataupun jasa. Setiap orang berhak untuk mencari nafkah dalam upaya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehingga pendapatan dapat mempengaruhi seseorang untuk mengejar apa yang mereka cita-citakan. Untuk masyarakat yang mempunyai penghasilan yang kecil, mereka berupaya hasil dari pekerjaannya hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk keluarga yang berpenghasilan menengah mereka lebih terarah kepada pemenuhan kebutuhan pokok yang layak seperti makan, pakaian, perumahan, pendidikan dan lain-lain. Sedangkan keluarga yang berpenghasilan tinggi dan berkecukupan mereka akan memenuhi segala keinginan yang mereka inginkan termasuk keinginan untuk menyekolahkan anak mereka ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. (Karsidi, 2008)
Di dalam menyekolahkan anak, masyarakat membutuhkan pembiayaan yang tidak sangat kecil sehingga membutuhkan suatu pengorbanan sehingga pendidikan itu dianggap sebagai suatu investasi di masa depan. Menurut Schultz (1961) dalam Soenarya (2000), pembiayaan yang dialokasikan untuk pendidikan tidak semata-semata bersifat konsumtif, tetapi lebih merupakan suatu investasi dalam rangka meningkatkan kapasitas tenaga kerja untuk menghasilkan barang dan jasa. Pendidikan di sekolah merupakan salah satu bagian investasi dalam rangka meningkatkan kemampuan sumber daya manusia.
Investasi yang dilakukan masyarakat dalam dunia pendidikan tidak lepas dari pengaruh pendapatan yang diperoleh sebagai akibat dari pekerjaan yang mereka jalani. Berdasarkan penggolongannya, Badan Pusat Statistik (BPS, 2008) membedakan pendapatan menjadi 4 golongan adalah:
- Golongan pendapatan sangat tinggi, adalah jika pendapatan rata-rata lebih dari Rp. 3.500.000,00 per bulan
- Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp. 2.500.000,00 – s/d Rp. 3.500.000,00 per bulan
- Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp. 1.500.000,00 s/d Rp. 2.500.000,00 per bulan
- Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata 1.500.000,00 per bulan
Menurut Lipton dalam Rustiadi (2007) dinyatakan bahwa meskipun secara historis negara asia mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi sebagian (proportion) dari masyarakat perdesaan masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan dan jumlahnya tidak banyak berkurang. Kemudian secara umum dia menyimpulkan bahwa di dalam ekonomi telah terjadi misalokasi sumber daya antara kawasan perkotaan dan wilayah perdesaan yang dia sebut sebagai urban biased. Kita ketahui bahwa jumlah penduduk perdesaan lebih banyak jika dibandingkan dengan penduduk kota, namun bentuk permukiman penduduk perdesaan lebih tersebar, lebih miskin, tidak berpikiran inovatif dan kurang terorganisasi dengan baik dibanding dengan penduduk kota. Sebagai akibatnya terjadi bias dalam alokasi sumber daya yang tercermin dalam kepincangan antara wilayah perdesaan dan kawasan perkotaan yang secara ekonomi tidak efisien. Keadaan tersebut menyebabkan kurangnya investasi dilakukan di wilayah perdesaan sebagai akibat dari transfer sumber daya yang berlebihan ke arah kota-kota yang tercermin dari kurangnya fasilitas jasa-jasa umum yang disediakan kepada masyarakat perdesaan yang miskin. Kecenderungan umum juga terlihat dari terkonsentrasinya fasilitas umum yang berlokasi pada pusat administrasi pemerintahan lokal, sedangkan di dalam wilayah perdesaan yang jauh dan miskin bahwa fasilitas-fasilitas seperti sekolah, puskesmas, penyuluh pertanian sering tidak dapat menjangkau. Kalaupun fasilitas tersebut ada, tetapi ketersediannya sangat tidak mencukupi, yang menyebabkan sangat jauhnya perjalanan murid-murid pergi ke sekolah dan jarang dikunjungi penyuluh pertanian, sehingga produktivitas mereka rendah.
Berdasarkan uraian di atas, pendapatan masyarakat antara satu sama lain berbeda-beda tergantung jenis/profesi pekerjaan yang dilakukan sehingga variasi tingkatan pendapatannya dapat berbeda-beda. Pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan yang dilakukan ada yang dibayarkan per hari, mingguan atau bulanan sehingga pendapatan inilah yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup baik keperluan makan atau keperluan lain seperti untuk keberlanjutan pendidikan anak yang merupakan suatu investasi untuk masa depan.

Tidak ada komentar: