SUBBAG PERENCANAAN& PELAPORAN DINAS PENDIDIKAN KAB. BELITUNG

" Tatalah Perencanaan dari mulai awal sehingga memudahkan dalam menentukan arah tujuan yang ingin dicapai, Evaluasi setiap ketercapaian dari realisasi untuk menentukan arah ke depan, yakinlah akan berhasil" (Subbag Perencanaan dan Pelaporan Dinas Pendidikan Kab. Belitung)

Selasa, 13 Oktober 2009

Cerpen

Taubat Makan Sambal Di Bawah Surga
By : Mustika


Tetes keringat dingin membasahi setiap helai rambut tanganku, ketika pertanyaan itu terlontar dipresentasi yang seharusnya bukan aku yang menghadirinya, ”apa yang akan dia lakukan jika mendapatkan hadiah utama?”
“Senangnya dia jika keinginan bundanya ingin memperbaiki rumah dapat dia penuhi.”Dari belakang sisiku terngiang seruan,”Bagaimana perangai dia dalam cerita ini sebenarnya?” “Baiklah akan aku ceritakan apa yang ditulisnya…………….”
Sebut saja aku seorang gadis yang sering disapa Bian. Sebuah keluarga besar mengelilingi hidupku. Lima belas tahun ditemani orang-orang terbaik, sebut saja itu bunda, ayah dan adik tiriku. Gubukku tidak jauh dari tempat aku menempa diri. Sekarang aku sedang diuji untuk menduduki kelas dua disekolah unggulan yang begitu diminati oleh banyak orang. Beruntungnya aku bisa berada disekolah itu. Seorang wanita yang dianugrahkan paras yang indah kini menjelma menjadi sesosok ibu yang begitu aku idamkan. Dia aku panggil bunda. Mungkin disetiap berkaca ia mengatakan “ Segala puji bagi Allah, baguskanlah budi pekertiku sebagaimana Engkau membaguskan rupaku wajahku .“ Tutur lembut, baik hati, pemaaf, dan berbakti kepada orang tua itulah sosok bundaku. Nasibnya tidak semulus raut wajahnya, dengan pertemuan yang seandainya bisa dibaca dia pasti akan menjauh dari jodohnya itu. Meski pernikahan itu terbilang muda, pernikahan itu tidak berlangsung lama tapi cukup banyak menyisakan bekas luka yang mendalam lahir batinnya, mungkin dimata agama ku seorang wanita meminta bercerai dengan suaminya dianggap sebagai suatu dosa yang amat fatal karena pernikahan itu sebaiknya hanya sekali seumur hidup. Namun ketika seorang pemabuk yang suka berjudi dan bermain wanita memperistrinya, kefatalan itu nyata adanya. Meski keadaan saat itu tidak baik bagi mentalku namun bagi ku itu tidak lebih dari suatu kebebasan. Dan kalaupun terus bersama orang yang kurang waras itu, mentalku malah tambah tidak baik akibat trauma. Bagiku itu memang yang terbaik bagi semua pihak. Yang lebih baik dipihak bundaku, karena dia tidak akan kesakitan lagi kalau menanyakan kepulangan suaminya atau melekukan kesalahan yang seharusnya bisa ditoleransi. Keinginan membuka lembaran baru lagi menujukan mata bundaku kepada seorang bujangan yang tidak jauh berbeda dengan masa lalunya yang suram. Tapi dia tahu Allah itu Maha Adil dan Penyayang sehingga hal itu membuat seorang pemabuk yang lain menerimanya meskipun dengan status janda beranak dua. Tanda tanya besar bagiku, kenapa hal yang sama dipilihnya ketika rasa sakitnya itu mulai berangsur pulih. “Nak, bunda saat itu yakin dia bisa berubah, tidak ada orang yang sama nak ….didunia ini “
Mulia sekali dia. Saat itu bulan kelima aku hidup didunia, meski hanya sebagai buruh dia menghidupiku hingga aku bisa duduk dibangku SMA . Dia jauh lebih baik dari ayah kandungku . Hingga tak pernah terpikirkan olehku untuk membandingkannya, karena tulusnya tidak dapat diukur dengan alat ukur apapun. Pernah aku lihat bunda mara-marah ketika ayahku itu pulang malam dengan aroma lkohol yang menyengat hidung. Aku lihat dibalik jendela, lalu ditutup pintunya oleh bunda. Aku sedih sekali, lalu aku membuka pintu itu. Kulihat tubuh yang sudah melingkar seperti ulat bulu yang keluar dari sangkarnya, aku ikut merasakan kedinginannya itu. Ku bangunkan perlahan dan aku suruh dia masuk walaupun hanya tidur disofa. Ku selimuti dia yang sudah terlelap walaupun aku melihat bunda yang begitu kesal. Ayahku sadar dengan ketabahan dan kesabaran seorang istri yang baik hati itu, lambat laun dia berhenti meminum minuman haram itu karena setelah aku beri tahu jika melakukannya maka semua amal perbuatan dan kebaikan kita tidak akan diterima selama 40 hari. Layaknya orang tua, harapan selalu hadir disetiap anaknya bertambah usia. Entah apa dan bagaimana itu tergantung orangtua yang ingin membawa anaknya seperti apa. Proses sosial yang berlangsung dengan baik selama 6 tahun dibangku sekolah dasar. Tiba saatnya aku memasuki dunia yang sangat berbahaya, yaitu dimana ketidakstabilan mendera. Dunia dimana para orang tua melawan kenyataan impian mereka dibayangi dengan beberapa hal yang membuat mereka tidak berhenti berpikir. Hal itu adalah ingin tau dan mencoba. Aku terjerumus didunia ini. Proses ini terjadi pada saat aku memasuki SMP. Semua seakan bertolak belakang dengan harapan dan impian orangtuaku. Aku yang dulu juara pertama disebuah TPA namun kandas karena kecewa, tidak jadi diwisudakan hanya karena murid dari TPA ku jumlahnya tidak mencapai target. Aku sungguh kecewa saat itu, karena bagiku menunjang sepeda dari rumah cukup mengisap energiku. Tapi kini seperti lupa dengan apa yang telah aku juarai itu. Seakan tidak pernah sama sekali aku mempelajarinya. Kewajibanku sebagai seorang muslimah telah hancur berkeping dilindas oleh ban-ban sepeda yang membawaku menjauh dari semua itu. Pergaulan membawa aku menjadi seorang gadis yang tidak pernah puas, lupa siapa diri ini , dan membangkang. Semua terjadi diluar kendaliku, teman ternyata ibaratkan setan dan malaikat yang terkadang bisa mengajak pada kebaikan bahkan keperubahan yang menyimpang. Dan aku berada ditengah kerumunan para setan yang berwujud manusia, aku akui itu. “Jangankan mengatakan tidak,mengucapkan kata ahh saja itu sudah berdosa nak….” Telingaku sudah berulang kali mendengar kata-kata itu hingga membuatnya hafal setiap luapan kasih sayang itu dihadirkan dengan sebentuk nasehat yang terkadang aku anggap sebuah keegoisan orang dewasa yang tak pernah merasakan waktu remaja . Aku tau setiap hukuman yang aku dapat jika megerjakan larangan-Nya. Padahal aku tahu tidak sedikit pun orangtuaku menginginkan ini terjadi padaku, tapi apa yang aku perbuat kini membuat orang yang pernah menghadapi antara hidup dan mati karena melahirkanku kedunia menjatuhkan air mata kekecewaannya. Mungkin bumi pun tidak rela ketika kaki kecilku menapakinya karena tetesan air mata seorang bunda itu. Entah apa yang membuat manusia seperti aku ini tega berbuat seperti itu . Berbagai kalimat yang mengecilkan hatiku saat itu terlontar dari bibir seorang yang telah menafkahiku selama bertahun-tahun . Rasa inginku memperbaiki diri selalu hadir ketika rasa bersalah ku datang. Namun tetap saja jatuh dilubang yang sama untuk yang kesekian kalinya. Seandainya penghargaan ULUL AZMI itu tercipta lagi, aku akan mempersembahkannya untuk bundaku . Anak itu anugrah, mungkin tidak bagi orangtuaku. Hilang kepercayaan kepada seorang anak membuat setiap gerakanku dicurigai, meskipun awalnya ingin memperbaiki hilang ditelan oleh bisikan setan yang berada disampingku. Pernah aku dengar bunda mengatakan “ Apa salah yang telah aku perbuat sehingga aku merasakan seperti ini, jangankan melawan orangtua diisyaratkan dengan gerakan mata saja aku sudah takut, apa aku salah tidak menggunakan kekerasan tapi aku tidak ingin mereka merasakan seperti apa yang telah aku rasakan, berikanlah kesabaran itu ya Allah pada hambamu ini….” Saat dia menghadap pada Allah SWT. Aku sempat berpikir, Allah tidak akan memberikan cobaan yang melebihi kadar iman seseorang. Sedangkan aku hanya sebatas tahu tentang iman namun bisa dibilang tidak beriman karena selalu kalah dengan bisikan setan. Aku bingung kenapa hidup ku seperti ini, sedangkan aku tahu Allah tidak akan merubah nasib seseorang sebelum orang itu merubahnya. Apakah bundaku yang sudah mempunyai kadar iman yang tinggi itu. Mungkin ini akibat pergaulanku yang telah keluar dari norma agama. Tidak mau kalah segala-galanya dari orang lain hanyalah sebuah sugesti negative yang akan membuat kita menjadi lupa akan siapa diri kita sebenarnya. Kenikmatan dunia yang waktu itu membuai, membuat aku bercermin kepada orang yang tidak bisaku samakan. Sedangkan aku hidup dilingkungan yang menuntut harus hidup prihatin. Hingga akhirnya aku putuskan untuk lari dari kenyataan seperti pengecut. Disebuah rumah besar yang hanya bertinggalkan sepasang suami istri yang sampai saat itu belum dianugrahi anak . Harapan Opung dan Tante ku pun sama seperti harapan ayah dan bundaku. Hanya bertahan beberapa bulan saja. Dan lagi-lagi aku menghilangkan kepecayaan dengan latar belakang yang sama yaitu berbohong hanya untuk kesenangan sesaat. Aku diciduk sedang bermain kelereng yang pada awalnya aku meminta izin untuk pergi les tambahan. Padahal seandainya saat itu aku mengikuti aturan main yang telah ditentukan mungkin saat ini aku masih bertahan dirumah itu. Aku keluar dari rumah itu tidak sebaik kondisi saat aku diterima mereka. Tapi ada pelajaran yang belum pernah kita dapatkan disekolah maupun dirumah yaitu peristiwa dilingkungan hidup kita. Proses itu begitu alamiah, tidak sedikit pun tuntutan dalam hal ini. Ini guru yang bisa diandalkan setiap saat. Namun kenapa aku tak bisa berguru dengannya sedangkan aku sudah bisa dibilang sering mengalami peristiwa yang tanpa aku sadari itu pertanda alam. Bodohnya aku yang tidak pernah menjadikan semua itu sebagai suatu batu loncatan yang menuju nurani cemerlang bukan batu sandungan yang menuju keterjatuhan. Akhirnya aku dipulangkan dengan perasaan penuh malu, murka bundaku kini terputar ibarat lagu lama yang kini sejujurnya lelah untuk bersuara. Tapi belum pernah jemari tangan bundaku dilayangkan ketubuh yang telah dirawatnya ini. Dan itu bertujuan agar tidak memulai mengajari ayah tiriku untuk melakukan kekerasan padaku.

............BERSAMBUNG..........

Tidak ada komentar: